Tulisan yang Baik? Sampah!

Tulisan yang baik? Tulisan yang bagaimana? Yang menyenangkan banyak orang? Ataaau, yang membuat orang menjadi terkesima dan terkesan? Apa malah tulisan yang rapi jali (walau konteksnya amburadul ke mana-mana)?

Hmmmmh... Gak ada tulisan yang benar-benar baik, menurut gue... Terlalu banyak pakem, hingga akhrnya orang malah jadi males mau nulis apa. Sama sebelum akhirnya gue menulis entri yang ini. Gak jelas? Emang... Sapa suruh baca... orang gue cuman pengen nyampah kok... *week! :p

Saya dan Sopir Taksi...

Kurang lebih seminggu yang lalu, saya belajar banyak dari seorang sopir taksi, yang ternyata mantan pengusaha, dan juga bekerja dobel sebagai seorang trader valuta asing. Kemacetan di jalan pun jadi tidak terasa. Saya membicarakan banyak hal, mulai dari krisis Eropa, prediksi fluktuasi Euro, tindakan di balik layar yang dilakukan oleh George Soros, Madoff, MetaTrading, Reksadana, sampai ke nilai buku saham emiten guremsekalipun. Demikian juga dengan gaya bicara dan pengetahuannya, memang tampak kalau dia berpendidikan tinggi. Tapi, ada hal menarik yang dia sampaikan,

"Jujur saja pak, saya bekerja begini sebenernya karena saya kehabisan cash. Saya rugi lima miliar karena perusahaan-perusahaan saya yang di daerah pada salah kelola, termasuk kebun sawit yang di Kalimantan. Tapi saya nggak kapok. Walau aset sebenarnya ada dan cukup untuk anak istri, dan saya juga lulusan S2, saya sudah haji, tapi saya coba iseng mengambil job jadi supir taksi. Kenapa? Supaya saya nggak liat ke atas terus.

Memang, sampai sekarang saya juga masih trading, dan investor saya juga masih banyak, tapi dengan jadi supir taksi, saya bisa lebih bersyukur dengan apa yang saya punya. Beda ketika saya berada di atas dulu. Yaaa, saya jadi bisa bawa dirilah... ternyata kerugian saya lima miliar itu gak ada apa-apanya dengan mereka yang ada di sekeliling saya. Ternyata, ketika saya menghabiskan waktu dengan main MetaTrader4 kalau lagi nggak narik, teman satu pool saya masih ada yang nggak bisa baca tulis.

Ketika awal rugi, saya selalu keblinger ketika dihadapkan dengan uang yang jumlahnya 'receh', tapi mereka dengan segala kepolosannya, dengan gaji yang seadanya, yang kadang buat kita itu udah semaput kembang kempis napasnya, tapi mereka mampu menyekolahkan empat orang anak hingga lulus SMA tanpa banyak mengeluh. Itu yang saya pelajari mereka. Kalau soal narik taksinya, ya saya sih buat happy-happy saja. Tapi pengalamannya itu yang saya gak bisa nilai dengan uang."

Hidup memang penuh kejutan. Beruntung saya punya kontak nomornya, lain waktu, saya ingin bertemu lagi dengannya. Terima kasih, Ya Rabb. 
 

Copyright (c) 2013 Cerita Semprul All rights reserved | Dimodif sedikit oleh Bli Dharma | Sponsor: Free CSS Templates dan Free Blogger Template